WELCOME TO EMBUN DELTA

M. Tholhah Al Hadi, S.S.

Aku Akan Selalu Merindukanmu

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan, walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan Kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Pages

Kamis, 15 Desember 2011

Batas Kemiskinan



Sidoarjo, 15 Desember 2011

Banyak yang memandang bahwa harta merupakan jembatan menuju kebahagiaan. Memang tidak salah, karena hampir semua aspek kehidupan membutuhkan harta (baca: uang); makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, maupun kesehatan. Bahkan, masyarakat seolah sudah terlanjur memberikan asumsi bahwa orang miskin adalah mereka yang sedikit/tidak punya uang, begitupun sebaliknya. Hal ini didukung dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan kata ‘miskin’ dengan ‘tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).’ Oleh sebab itu wajarlah manusia berlomba ‘menghasilkan’ uang hanya sekadar memenuhi kebutuhan hidup, baik dengan cara legal maupun yang tidak diperbolehkan.

Dampak yang ditimbulkan Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut memang fatal, karena masyarakat sudah jarang yang memandang bahwa rumah gubuk adalah cermin kekayaan. Faktanya, tidak jarang mereka yang rumahnya beralaskan tikar justru ‘kaya raya,’ misalnya saat ada tamu berkunjung, mereka memberikan apa saja yang mereka miliki tanpa ada perhitungan, memberikan makanan kepada tetangga apabila mendapat rezeki (Jawa: ater-ater), dsb. Mereka telah memberikan gambaran nyata bahwa kekayaan yang sebenarnya adalah hati.

Bagaimanapun kemiskinan tidak bisa diartikan hanya sebatas materi, namun lebih dari itu adalah keserakahan. Artinya, mereka yang sebenarnya tidak mengalami kekurangan secara finansial, tetapi perasaannya selalu merasa kurang, mereka adalah kaum miskin yang sesungguhnya. Hal inilah yang menjadi sumber kerusakan sebuah bangsa. Guru/dosen yang seharusnya mendidik dengan baik, justru sering berebut jam mengajar dan sibuk seminar untuk kenaikan pangkat dan sertifikasi. Lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kehakiman justru menjadi lembaga praktik suap. Bahkan para aktivis kampus yang saat ini sibuk berorasi ‘seolah’ menjadi pejuang masyarakat, nantinya akan menjadi ‘musuh’ masyarakat saat mereka duduk di kursi DPR, karena uang akan merubah semuanya. Secara, anggota DPR-pejabat pemerintah adalah alumni aktivis kampus.

Kemiskinan telah menjadi problem universal yang sangat mendasar. Semua agama sesungguhnya menaruh perhatian utama kepada upaya mengangkat derajat kemanusiaan atas landasan spiritualitas dan mortalitas yang tinggi. Sementara itu fakta membuktikan bahwa spiritulitas dan moralitas tidak akan tegak di atas kondisi kemiskinan, baik miskin harta, lebih-lebih miskin hati. Dengan kata lain, kelaparan maupun kerakusan memang dapat membutakan mata hati yang bersangkutan untuk melihat kebenaran. Akhirnya, allahumma nawwir quluubanaa binuuri hidaayatika kamaa nawwarta al ardla binuuri syamsika abadan abadaa birahmatika yaa arhama ar raahimiin.

DELTRAS SIDOARJO



Jadwal Pertandingan Deltras Sidoarjo 2011-2012 (Putaran Pertama)


01-12-2011 PERSIJA - DELTRAS FC

05-12-2011 PSPS - DELTRAS FC
12-12-2011 DELTRAS FC - PERSIB
18-12-2011 DELTRAS FC - PELITA JAYA
05-01-2012 PERSIWA - DELTRAS FC
09-01-2012 PERSIPURA - DELTRAS FC
14-01-2012 DELTRAS FC - PERSELA
18-01-2012 DELTRAS FC - AREMA INDONESIA
26-01-2012 PERSIDAFON - DELTRAS FC
04-02-2012 PERSIRAM - DELTRAS FC
08-02-2012 SRIWIJAYA FC- DELTRAS FC
14-02-2012 GRESIK UNITED - DELTRAS FC
18-02-2012 PERSIBA - DELTRAS FC
03-03-2012 DELTRAS FC - PSMS
07-03-2012 DELTRAS FC - PSAP
17-03-2012 MITRA KUKAR - DELTRAS FC
22-03-2012 PERSISAM - DELTRAS FC

Jadwal Pertandingan Deltras Sidoarjo 2011-2012 (Putaran Kedua)

09-04-2012 DELTRAS FC - MITRA KUKAR
13-04-2012 DELTRAS FC - PERSISAM
24-04-2012 PSMS - DELTRAS FC
28-04-2012 PSAP - DELTRAS FC
08-05-2012 DELTRAS FC - GRESIK UNITED
12-05-2012 DELTRAS FC - PERSIBA BALIKPAPAN
30-05-2012 DELTRAS FC - PERSIRAM
04-06-2012 DELTRAS FC - SRIWIJAYA FC
17-06-2012 DELTRAS FC - PERSIDAFON
24-06-2012 AREMA - DELTRAS FC
28-06-2012 PERSELA - DELTRAS FC
03-07-2012 DELTRAS FC - PERSIWA
08-07-2012 DELTRAS FC - PERSIPURA
14-07-2012 PERSIB - DELTRAS FC
18-07-2012 PELITA JAYA - DELTRAS FC
24-07-2012 DELTRAS FC - PERSIJA
29-07-2012 DELTRAS FC - PSPS

Jumat, 09 Desember 2011

B.O.S.A.N



Sidoarjo, 10 Desember 2011


Bosan aku dengan semua

Lembaga pendidikan tak lagi memberi teladan

Karena pemuda dan mahasiswa lebih suka beraksi di jalan

Bahkan para guru dan dosen sudah banyak yang mengejar bayaran

Bosan aku dengan semua

Orang miskin tak lagi berhak dapat kesehatan

Sementara pemerintah masih sibuk dengan jabatan

Kerjanya rutin ke salon dan restoran

Bosan aku dengan semua

Agamapun sampai diperdagangkan

Bagaimana tidak, masjid-masjid tak lagi digunakan

Sampai pada akhirnya diperjualbelikan

Kini, kehancuran dunia semakin terasa

Kebaikan kian terkikis punah

Dihantam ombak angkara murka

Akhirnya, ke mana…ke mana…ke mana…

Ku harus mencari ke mana…pyuh...

Sabtu, 13 Agustus 2011

bayi ajaib



Senin, 27 Juni 2011

JUST MARRIED

Herlinda Putri
Gus  Min-Mawaddah


Badrul Munir

Ni'matus Sholihah

Nuril

Malang, 27 Juni 2011

Diantara tanda kebesaran Tuhan adalah penciptaan makhluk yang berpasangan. Seorang pria membutuhkan kasih sayang perempuan, begitupun juga perempuan membutuhkan perlindungan seorang pria. Baru-baru ini, beberapa orang melangsungkan pesta pernikahan di bulan Mei-Juni. Berikut adalah tujuh fenomena unik dari pernikahan versi Embun Delta

1. Pernikahan Gus Aminullah-Mawaddah (Madura, 8 Mei 2011) dan Imam Azizuddin-Badriyah (Jombang, 17 Juni 2011) adalah pasangan pengantin yang berawal dari bangku sekolah di Aliyah, tepatnya di Madrasah Mua’llimin Mu’allimat Atas Bahrul ‘Ulum (SAMSARA). Meski kelasnya terpisah antara putra (pagi) dan putri (sore), rupanya tak menjadikan hati mereka terpisah.

2. Pernikahan mbak Nuril-Siwalanpanji (Sidoarjo, 22 Mei 2011) memunculkan cerita unik karena menampilkan tarian Saman selama resepsi pernikahan. Para penari Saman berasal dari siswi FIC (al-Falah Islamic Course) yang notabene anak didik dari Zamroni, S.S (alumnus UIN Malang). Sementara itu, pelatih Saman adalah Rini, mahasiswi UIN Maliki Malang jurusan Bahasa dan Sastra Arab yang berasal dari Aceh.

3. Pernikahan Ni’matus Sholihah (Lamongan, 12 Juni 2011) memunculkan cerita unik. Saat prosesi resepsi, wali pengantin putri harus memangku kedua pasangan pengantin yang beratnya lebih dari 100 kg. Wow...

4. Terdapat keunikan lain dalam pernikahan Ni’matus Sholihah (Lamongan, 12 Juni 2011). Sebagaimana yang diketahui bahwa kedua mempelai berasal dari Lamongan. Artinya, mempelai perempuan yang harus melamar calon suami. Dalam tradisi lokal Lamongan, apabila kedua mempelai sama-sama berasal dari Lamongan, maka yang melamar adalah mempelai perempuan. Sebaliknya, apabila salah satu mempelai berasal dari luar Lamongan, maka tugas melamar tetap seperti pada umumnya, yakni dari mempelai pria.

5. Pernikahan Gus Aminullah-Mawaddah (Madura, 8 Mei 2011) kembali memunculkan cerita unik, karena dalam sehari dilangsungkan dua resepsi di tempat yang sama. Resepsi pernikahan Gus Aminullah-Mawaddah berlangsung pada pagi hari sedangkan resepsi kakak Mawaddah berlangsung pada sore harinya.

6. Pernikahan Badrul Munir (Bangil, 20 Mei 2011) memunculkan cerita unik. Pada umumnya, para tamu undangan yang memberi kado untuk kedua mempelai. Namun, hal tersebut tidak berlaku dalam pernikahan Badrul atau yang biasa dipanggil Badunk, karena para tamu undangan yang justru mendapat kado istimewa dari kedua mempelai. Kado tersebut dibungkus sebagaimana kado pernikahan pada umumnya, namun isi dari kado tersebut berkisar dunia otomotif; oli rantai motor, dsb.

7. Pernikahan Herlinda Putri (Purwosari, 17 Juni 2011) melahirkan cerita unik, kali ini datang dari tamu undangan. Pertama Bunga (nama samaran), sandal high-heel nya terjepit diantara dua bambu saat akan melewati jembatan kecil tepat di depan penerima tamu. Akibatnya, dua orang pria terpaksa harus mencabut dan pihak tuan rumah langsung memperbaiki jembatan tersebut. Kedua Andi (nama samaran), entah disengaja atau gugup, saat prasmanan dia mencampur nasi gorengnya dengan rawon. Akhirnya, dia harus menikmati menunya sendiri, nasi goreng rasa rawon. Yummi.

AL-HAFLATUL KUBRO PONDOK PESANTREN BAHRUL ‘ULUM TAMBAKBERAS JOMBANG

KH. Musthofa Bisri (Gus Mus)

KH. Marzuqi Mustamar

Genderang perayaan al-Haflatul Kubro dalam rangka memeringati Hari Ulang Tahun Madrasah ke-96 dan Pondok ke-186 (Humapon) telah ditabuh. Ribuan alumni dan wali santri dari nusantara berbondong-bondong menuju Tambakberas. Malam ini adalah puncak dari seluruh hiruk-pikuk kegiatan pondok dan madrasah. Sementara esok, Tambakberas yang sesungguhnya akan terlihat, betapa sepinya desa ini tanpa lalu-lalang para santri. Satu-satu dari mereka akan dijemput orang tua berpulang ke rumah tuk menikmati libur panjang.

Malam ini terasa sangat istimewa dengan kehadiran meastro sastra-budaya, KH. Musthofa Bisri (Gus Mus). Meski rambut pria separuh baya ini tak lagi hitam, beliau tetap terlihat gagah dengan peci hitamnya. Kritikan tajam dihempaskan meluncur deras ke telinga kami, hingga membuat sebagian dari kami tertunduk malu hingga terpuruk dalam diam. Beberapa nasehat beliau antara lain:

Pendidikan

Hampir seluruh lembaga pendidikan formal di Indonesia—baik dari level sekolah dasar hingga perguruan tinggi—sudah meninggalkan makna ‘pendidikan’ (diambil dari kata ‘tarbiyah’). Lembaga pendidikan yang sejatinya tempat mendidik, telah banyak dialihfungsikan sebagai tempat pencarian pendapatan. Dengan kata lain, tugas guru/ dosen hanya menyampaikan materi pelajaran, tidak mau tahu dengan akhlak anak didik, ‘yang penting dapat gaji.’

Lebih parah lagi, kini telah berhamburan lembaga pendidikan yang menawarkan metode full-day school. Maka tidak heran kalau semakin banyak orang yang pandai namun tidak terdidik. Kalau diperhatikan, anak masih kecil kini sudah hafal Panacasila, namun mereka justru berbuat asusila. Sementara yang lain belajar hukum/ syari’at namun mereka justru melanggar hukum atau bahkan agar bisa lari dari jeratan hukum. Semua ini menunjukkan bahwa hakikat pendidikan telah menunjukkan kepunahannya. Hanya pesantren yang menjadi pertahanan terakhir, meski saat ini banyak juga pesantren yang lebih berorientasi pada kematangan intelektual.

Perbedaan

Tuhan menciptakan makhluk-Nya berbeda-beda. Namun tidak mudah bagi manusia menghargai suatu perbedaan, bahkan sebaliknya, menganggap bahwa perbedaan adalah musuh yang nyata. Tak bisa dipungkiri lagi bahwa saat ini faham radikalisme berkembang pesat. Dalam dunia pendidikan, tidak jarang pelajar ataupun mahasiswa saling bentrok hanya karena beda partai ataupun pemikiran. Di sisi lain, beberapa kelompok radikal justru lebih memilih membumi hanguskan dan mengkafirkan  siapa saja yang berbeda kelompok atau tidak sealiran dengan mereka.

Entah tidak tahu atau tidak mau tahu, kita telah meninggalkan warisan yang berikan KH. Wahab Hasbullah, ahli ushul yang humanis dan KH. Bisri Sansuri, ahli fiqh yang berwatak keras. Dalam bahtsul masail, mereka boleh saja saling berdebat satu sama lain, bahkan sampai menggedor bangku. Namun, setelah keluar dari forum mereka saling berlomba menimbakan air untuk wudlu satu sama lain. Begitulah anugerah Tuhan yang telah menciptakan perbedaan, seperti halnya yang terjadi pada Abu Bakar, yang lemah lembut dan Umar bin Khattab, yang berwatak keras.
---
Di tempat yang sama, KH. Marzuqi Mustamar menutup malam ini dengan napak tilas yang dititipkan sang Guru Besar, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Sungguh, status sosial dan gemerlap dunia tiada berarti tanpa restu Sang Penguasa. Seperti yang telah ditorehkan Gus Dur dalam syair “gampang kabujuk nafsu angkoro, ing pepaese gebyare ndunyo, iri lan meri sugihe tonggo, mulo atine peteng lan nistho.” Akhirnya, malam itu kami hanya bisa terpukau dan berbicara tanpa kata.

Secuil refleksi dari nasihat KH. Musthofa Bisri (Rembang) dan KH. Marzuqi Mustamar (Malang) dalam al-haflatul kubro pondok pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang 25 Juni 2011

Jumat, 20 Mei 2011

SARJANA, Buat Apa?


SARJANA, apa pentingnya? Semua orang berebut memilikinya meski harus menghalalkan segala cara. Perburuan nilai seakan menjadi parade mahasiswa. Buat apa SARJANA? Karenanya mereka lupa saudara. Karenanya pula mereka lupa tetangga. Mungkin, kematianlah yang bisa mengingatkannya. Bagaimana tidak, demi meraih SARJANA, mereka harus disibukkan dengan tugas skripsi dan kuliah.

Akhirnya, saat ini laptop-komputer yang menjadi saudara; perpustakaan pun beralih menjadi tetangga. Orang di sekeliling telah musnah, yang tersisa hanya ruang hampa. SARJANA dijadikan alasan atas segala-galanya. Nantinya, SARJANA adalah raja; mengatur, perintah, hingga tak pernah merasa bersalah telah memisahkan anak manusia. Tepuk tangan untuk SARJANA!

Karena SARJANA pula ada kasta. Bagi mereka yang tak pernah mengenakan toga, siap-siaplah hidup sengsara, jauh dari wanita, hingga dapatkan tiket masuk neraka. Begitulah kira-kira ancaman tuhan baru, SARJANA! Andai pendidikan tanpa nilai dan SARJANA, masihkah banyak yang sekolah-kuliah?! Masihkah banyak yang enggan berkunjung ke sanak saudara, tetangga, teman lama, hingga musuh yang sedang menikah?!! Atau jangan-jangan, sedang menunggu kabar kematiannya tiba.
 
-- Malang, 16 Mei 2011 --

Sabtu, 23 April 2011

THOLHAH SEDUNIA -- Edisi Narsis

Sebuah kompilasi cerita yang berangkat dari sebuah memori setengah dekade silam, saat anak manusia berlomba mengunduh pahala di bulan Ramadhan dengan berbagai amal. Bertempat di sebuah gubuk tua yang bertuliskan pondok pesantren As Sa’idiyah, seorang kyai membacakan kitab klasik di tengah kerumunan para santri. Sontak, sorot mata sang kyai mengenai raga seorang santri—yang terkenal akan kenakalannya, tepat ketika sebuah nama termaktub dalam salah satu sahabat Nabi. THOLHAH, begitulah sang kyai membaca rentetan huruf Arab itu. Sesaat beliau bercerita siapa orang yang termaktub dalam hadits, terselip secuil harapan kepada semua santri untuk bisa meneladani sifat sang Sahabat. Dengan (sedikit) rasa bangga dan (banyak) besar kepala penulis, berikut adalah beberapa Sahabat dan tokoh yang bernama THOLHAH yang dikutip dari beberapa sumber:

THOLHAH BIN UBAIDILLAH R.A.

(Wafat tahun 36H/ 656M)

Sosok Tholhah bin 'Ubaidillah (radliyallahu 'anhu) patut dijadikan teladan. Dia adalah tokoh yang dimaksud dalam cerita sang Kyai kepada para santri. Keislamannya menggema seperti halilintar yang menggetarkan patung-patung kemusyrikan. Beliau terbang dengan sayap kerinduan ke tempat jatuhnya cahaya. Suara iman di dadanya lebih nyaring daripada suara genderang perang.

Dalam hidupnya ia mempunyai tujuan utama yaitu bermurah dalam pengorbanan jiwa. Tholhah merupakan salah seorang dari delapan orang yang pertama masuk Islam, dimana pada saat itu nilai seorang berbanding seribu orang. Sejak awal keislamannya sampai akhir hidupnya dia tidak pernah mengingkari janji. Janjinya selalu tepat. Dia juga dikenal sebagai orang jujur, tidak pernah menipu apalagi berkhianat. Tholhah adalah orang keempat yang masuk Islam melalui anak pamannya, Abu Bakar As-Siddiq (radliyallahu 'anhu).

Awal Masuk Islam

Dengan disertai Abu Bakar, Tholhah pergi menemui Nabi Muhammad. Setelah berhasil jumpa dengan Nabi, Tholhah mengungkapkan niatnya hendak ikut memeluk al-dinul haq, Islam. Maka Rasulullah menyuruhnya mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah menyatakan keislamannya di hadapan Muhammad, Tholhah dan Abu Bakar pun pergi. Tapi ditengah jalan mereka dicegat oleh Naufal bin Khuwailid yang dikenal dengan "Singa Quroisy", yang terkenal kejam dan bengis. Naufal kemudian memanggil gerombolannya untuk menangkap mereka. Ternyata Tholhah dan Abu Bakar tidak hanya ditangkap saja. Mereka diikat dalam satu tambang lalu dipukuli. Semua itu dilakukan Naufal sebagai siksaan atas keislaman mereka berdua. Oleh karena itu Tholhah dan Abu Bakar dijuluki "Al-Qorinain" atau "dua serangkai yang diikat". Tholhah adalah seorang lelaki yang gagah berani, tidak takut menghadapi kesulitan, kesakitan dan segala macam ujian lainnya. Ia seorang yang kokoh mempertahankan pendirian meskipun ketika jaman jahiliah.

Gelar Tholhah bin 'Ubaidillah dan Pengorbanannya di Perang Uhud.

Bila diingatkan tentang perang Uhud, Abu Bakar selalu teringat pada karibnya, Thalhah bin 'Ubaidillah. Abu Bakar mengungkapkan, "Perang hari itu adalah milik Tholhah."

Berikut kisahnya: Diceritakan, saat itu barisan kaum muslimin berantakan meninggalkan Rosululloh shalallahu 'alaihi wasalam. Tak tersisa di sekeliling beliau kecuali 11 orang Anshor dan Tholhah bin 'Ubaidillah dari Muhajirin. Rosululloh naik ke arah gunung bersama pengawal-pengawalnya yang kala itu dikejar oleh sekelompok musyrikin yang bermaksud membunuh beliau.

Beliau berkata, "Siapa yang berani melawan mereka dia akan menjadi temanku kelak di surga."

Spontan Tholhah angkat suara, "Saya, wahai Rosululloh."

"Tidak! Jangan engkau! Engkau harus tetap di tempatmu," tolak Rosululloh.

Lalu seorang Anshor mengajukan diri, "Aku, wahai Rosululloh."

"Ya, majulah," kata Rosululloh.

Sahabat Anshor tersebut berusaha menahan gerak maju kelompok musyrikin, sementara Rosululloh terus naik. Pertempuran yang tidak seimbang itu telah mengantarkannya menemui kesyahidan.

Demikian seterusnya, setiap kali Rosululloh meminta para sahabat untuk melawan orang-orang kafir itu, selalu Tholhah mengajukan pertama kali. Tetapi, senantiasa ditahan Rosululloh dan diperintahkan tetap di tempat sampai sebelas prajurit Anshor itu gugur menemui syahid dan tinggal Tholhah sendiri bersama Rosululloh. Karena musyrikin terus mengejar, maka Rosululloh berkata, "Sekarang engkau, wahai Tholhah."

Saat itu gigi taring Rosululloh telah patah, bibir dan dahinya sobek, sedangkan darah mengucur dari muka beliau yang mulia. Beliau merasa capai sekali, maka Tholhah harus berjuang mati-matian. Dia lawan siapa saja yang mendekat sambil memapah Rosululloh dan bergerak mendaki. Di tempat yang dirasa aman, dibaringkannya Rosululloh di tanah, kemudian dia sendiri kembali menghadapi musuh-musuh yang datang. Begitu terus sampai dapat menewaskan beberapa musyrikin dan musuh menjauh.

Abu Bakar mengisahkan, "Pada waktu itu aku dan Abu 'Ubaidah al-Jarraoh radliyallahu 'anhu. jauh dari Rosululloh shalallahu 'alaihi wasalam. Kami segera mendekat untuk merawat, tetapi beliau menolak. Kata beliau, "Tinggalkan aku. Tolonglah kawan kalian itu," sambil memberi isyarat ke arah Tholhah.

Keduanya bebegegas mencari Tholhah. Ketika ditemukan, Tholhah dalam keadaan pingsan. Badannya berlumur darah segar. Tak kurang tujuh puluh sembilan luka bekas tebasan pedang, tusukan lembing, dan lemparan anak panah memenuhi tubuhnya. Pergelangan tangannya putus sebelah; dia terjatuh ke dalam sebuah lubang dan tak sadarkan diri.

Mereka mengira Tholhah telah gugur. Ternyata masih hidup. Karena itulah dia diberi gelar "Asy-Syahidul Hayy", atau syahid yang hidup. Gelar itu diberikan Rosululloh melalui sabdanya:

"Siapa ingin melihat orang yang berjalan di muka bumi padahal seharusnya dia sudah mati, lihatlah Tholhah putra 'Ubaidillah."

Sejak itu, jika ada orang membicarakan perang Uhud di hadapan Abu Bakar, Abu Bakar selalu menyahut, "Perang hari itu adalah peperangan milik Tholhah sepenuhnya."

Dan sejak peristiwa Uhud itu juga Tholhah terkenal dengan sebutan "Burung Elang Hari Uhud."

Gelar-gelar lain yang diberikan Rosululloh masih banyak. Ada "Tholhah al-Khoir" (Tholhah yang baik), "Tholhah al-Jaud" (Tholhah yang pemurah), "Tholhah al-Fayyadh" (Tholhah yang dermawan), dan masih banyak lagi lainnya. Setiap julukan tersebut memiliki kisah tersendiri yang satu sama lain tak kalah hebatnya.

Adapun tentang "Tholhah al-Khoir" (Tholhah yang baik), ada setidaknya seratus kisah. Satu diantaranya adalah kisah berikut:

Tholhah adalah seorang pedagang yang sukses. Sepulang berdagang dari Hadramaut, ia membawa keuntungan besar sebesar 700.000 dirham. Namun, malam harinya ia ketakutan, gelisah dan dan tidak bisa tidur nyenyak.

Melihat itu, istrinya—Ummu Kultsum binti Abi Bakar—mendekati lalu bertanya, "Mengapa engkau gelisah? Apakah kami telah melakukan kesalahan?"

"Tidak," jawabnya, "Istri terbaik bagi seorang muslim adalah yang sepertimu. Tapi ada yang mengganggu pikiranku sejak semalam. Pikiran seorang hamba kepada Robbnya; Ia mau tidur sedang hartanya masih menumpuk di rumahnya," jawab Tholhah.

"Mengapa engkau risau? Bukankah banyak yang membutuhkan pertolonganmu. Besok pagi, bagaikan uang itu kepada mereka!"

Tholhah berseri-seri, "Semoga Alloh merahmatimu, wahai istriku. Engkau memang wanita yang baik dan putri dari seorang yang baik."

Esoknya, ketika hari masih pagi, uang-uang itu telah masuk di kantong-kantong. Dan, sesaat kemudian berpindah ke tangan fakir miskin Muhajirin maupun Anshor.

As-Saib bin Zaid berkata tentang Tholhah, katanya, "Aku berkawan dengan Tholhah baik dalam perjalanan maupun sewaktu bermukim. Aku melihat tidak ada seorangpun yang lebih dermawan dari dia terhadap kaum muslimin. Ia mendermakan uang, sandang dan pangannya." Jabir bin 'Abdullah bertutur, "Aku tidak pernah melihat orang yang lebih dermawan dari Tholhah walaupun tanpa diminta." Oleh karena itu patutlah jika dia dijuluki "Tholhah al-Khoir", "Tholhah al-Jaud", "Tholhah al-Fayyadh".

Wafat Tholhah

Sewaktu terjadi pertempuran "Al-Jamal", Tholhah (di pihak lain) bertemu dengan Ali bin Abi Thalib. Ali memeringatkan dia untuk mundur ke barisan paling belakang. Sebuah panah mengenai betisnya, maka dia segera dipindahkan ke Bashra. Dan tak berapa lama kemudian karena lukanya yang cukup parah ia wafat. Tholhah wafat pada usia 60 tahun dan dimakamkan di suatu tempat dekat padang rumput di Bashra. Rasulullah (shalallahu 'alaihi wasalam) pernah berkata kepada para Sahabat, "Barang siapa senang melihat seorang syahid berjalan diatas bumi padahal ia masih hidup, maka lihatlah Tholhah." Hal itu juga dikatakan Alloh SWT. dalam firman-Nya:

"Di antara orang-orang mukmin itu ada orang -orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Alloh, maka diantara mereka ada yang gugur. Dan diantara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merubah janjinya." (QS. Al-Ahzaab: 23)

Sebuah sejarah besar telah diukir. Sejarah itu bernama Tholhah bin 'Ubaidillah (radliyallahu 'anhu).

Sumber:

· Shuwar min Hayati sh-Shahabah, Dr. Abdurrahman Raf'at al-Basya

· 100 Tokoh Zuhud, Muhammad Shiddiq al Minsyawi

ABU THOLHAH AL ANSHARY

Dia adalah Zaid bin Sahal Al Aswadadalah. Dia merupakan sahabat Nabi SAW dan keponakan beliau. Dia salah satu pemimpin perang Badar dan satu dari dua belas pemimpin dalam peristiwa malam Aqabah. Dia dikenal sebagai sahabat yang selalu mengerjakan puasa secara berturut-turut setelah Nabi Muhammad. Selain itu, dia termasuk sahabat yang tidak berpendapat bahwa menelan air hujan bagi orang yang berpuasa membatalkan puasa, dia berkata, “Karena itu tidak termasuk makanan dan minuman.”

Dia juga orang yang dikatakan dalam sabda Rasulullah SAW, “Suara Abu Thalhah adalah yang paling baik di antara rombongan pasukan perang.” Dia memiliki banyak keistimewaan.

Kaum wanita Madinah mengatakan : “Belum pernah kami mendengar mahar kawin yang lebih mahal (mulia) daripada mahar Ummu Sulaim. Maharnya ialah masuk Islam.”

Zaid bin Sahal an-Najjary alias Abu Tholhah mengetahui bahwa perempuan bernama Rumaisha binti Milhan an-Najjariyah, alias Ummu Sulaim, hidup menjanda sejak suaminya meninggal. Abu Tholhah sangat gembira mengetahui Ummu Sulaim merupakan perempuan baik-baik, cerdas, dan memiliki sifat-sifat perempuan yang sempurna.

Abu Tholhah bertekad hendak melamar Ummu Sulaim segera, sebelum laki-laki lain mendahuluinya. Karena, Abu Tholhah tahu, banyak laki-laki lain yang menginginkan Ummu Sulaim menjadi istrinya. Namun begitu, Abu Tholhah percaya bahwa tidak seorang pun laki-laki lain yang akan berkenan di hati Ummu Sulaim selain Abu Tholhah sendiri. Abu Tholhah laki-laki sempurna, menduduki status sosial tinggi, dan kaya raya. Di samping itu, dia terkenal sebagai penunggang kuda yang cekatan di kalangan Bani Najjar, dan pemanah jitu dari Yatsrib yang harus diperhitungkan.

Abu Tholhah pergi ke rumah Ummu Sulaim. Dalam perjalan ia ingat, Ummu Sulaim pernah mendengar dakwah seorang dai yang datang dari Mekah, Mushab bin Umair. Lalu, Ummu Sulaim beriman dengan Muhammad dan menganut agama Islam. Tetapi, setelah berpikir demikian, dia berkata kepada dirinya, “Hal ini tidak menjadi halangan. Bukankah suaminya yang meninggal menganut agama nenek moyangnya? Bahkan, suaminya itu menentang Muhammad dan dakwahnya.”

Abu Tholhah tiba di rumah Ummu Sulaim. Dia minta izin untuk masuk, maka diizinkan oleh Ummu Sulaim. Putra Ummu Sulaim, Anas, hadir dalam pertemuan mereka itu. Abu Tholhah menyampaikan maksud kedatangannya, yaitu hendak melamar Ummu Sulaim menjadi istrinya. Ternyata Ummu Sulaim menolak lamaran Abu Tholhah.

Kata Ummu Sulaim, “Sesungguhnya laki-laki seperti Anda, wahai Abu Tholhah, tidak pantas saya tolak lamarannya. Tetapi aku tidak akan kawin dengan Anda, karena Anda kafir.”

Abu Tholhah mengira Ummu Sulaim hanya sekedar mencari-cari alasan. Mungkin di hati Ummu Sulaim telah berkenan laki-laki lain yang lebih kaya dan lebih mulia daripadanya.

Kata Abu Tholhah, “Demi Allah! Apakah yang menghalangi engkau untuk menerima lamaranku, hai Ummu Sulaim?”

Jawab Ummu Sulaim, “Tidak ada, selain itu.”

Tanya Abu Tholhah, “Apakah yang kuning ataukah yang putih…? Emas atau perak?”

Ummu Sulaim balik bertanya, “Emas atau perak…?”

“Ya, emas atau perak?” jawab Abu Tholhah menegaskan.

Kata Ummu Sulaim, “Kusaksikan kepada Anda, hai Abu Tholhah, kusaksikan kepada Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya jika engkau Islam, aku rela Anda menjadi suamiku tanpa emas dan perak, cukuplah keislamanmu itu menjadi mahar bagiku.”

Mendengar ucapan dari Ummu Sulaim tersebut, Abu Tholhah teringat akan patung sembahannya yang terbuat dari kayu bagus dan mahal. Patung itu khusus dibuatnya untuk pribadinya, seperti kebiasaan bangsawan-bangsawan kaumnya, Bani Najjar.

Ummu Sulaim telah bertekad hendak menempa besi itu selagi masih panas (mengislamkan Abu Talhah). Sementara Abu Thalhah terbengong-bengong melihat berhala sesembahannya, Ummu Sulaim melanjutkan bicaranya, “Tidak tahukah Anda, wahai Abu Tholhah, patung yang Anda sembah itu terbuat dari kayu yang tumbuh di bumi?” Tanya Ummu Sulaim.

“Ya, Betul!” jawab Abu Tholhah.

“Apakah Anda tidak malu menyembah sepotong kayu menjadi Tuhan, sementara potongannya yang lain Anda jadikan kayu api untuk memasak? Jika Anda masuk Islam, hai Abu Tholhah, aku rela engkau menjadi suamiku. Aku tidak akan meminta mahar darimu selain itu,” kata Ummu Sulaim.

“Siapakah yang harus mengislamkanku?” Tanya Abu Thalhah.

“Aku bisa,” jawab Ummu Sulaim.

“Bagaimana caranya?” tanya Abu Thalhah.

“Tidak sulit. Ucapkan saja kalimat syahadah! Saksikan tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad Rasulullah. Sesudah itu pulang ke rumahmu, hancurkan berhala sembahanmu, lalu buang!” kata Ummu Sulaim menjelaskan.

Abu Thalhah tampak gembira. Lalu, dia mengucapkan dua kalimat syahadah. Sesudah itu Abu Thalhah menikah dengan Ummu Sulaim. Mendengar kabar Abu Thalhah menikah dengan Ummu Sulaim dengan maharnya Islam, maka kaum muslimin berkata, “Belum pernah kami mendengar mahar yang lebih mahal mulia) daripada mahar Ummu Sulaim. Maharnya ialah masuk Islam.”

Sejak hari itu Abu Thalhah berada di bawah naungan bendera Islam. Segala daya yang ada padanya dikorbankan untuk berkhidmat kepada Islam.

Abu Thalhah dan istrinya, Ummu Sulaim, termasuk kelompok tujuh puluh yang bersumpah setia (baiat) dengan Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) di Aqabah. Abu Thalhah ditunjuk Rasulullah menjadi kepala salah satu regu dari dua belas regu yang dibentuk malam itu atas perintah Rasulullah untuk mengislamkan Yatsrib.

Dia ikut berperang bersama Rasulullah dalam setiap peperangan yang dipimpin beliau. Dalam peperangan itu, tidak urung pula Abu Thalhah mendapatkan cobaan-cobaan yang mulia. Tetapi, cobaan yang paling besar diderita Abu Thalhah ialah ketika berperang bersama Rasulullah dalam Perang Uhud.

Abu Thalhah mencintai Rasulullah sepenuh hati, sehingga perasaan cintanya itu mengalir ke segenap pembuluh darahnya. Dia tidak pernah merasa jemu melihat wajah yang mulia itu, dan tidak pernah merasa bosan mendengar hadis-hadis beliau yang selalu terasa manis baginya. Apabila Rasulullah berdua saja dengannya, dia bersimpuh di hadapan beliau sambil berkata, “Inilah diriku, kujadikan tebusan bagi diri Anda dan wajahku pengganti wajah Anda.”

Ketika terjadi Perang Uhud, barisan kaum muslimin terpecah-belah. Mereka lari kocar-kacir dari samping Rasulullah. Oleh karena itu, kaum musyrikin sempat menerobos pertahanan mereka sampai ke dekat beliau. Musuh berhasil mencederai beliau, mematahkan gigi, melukai dahi, dan bibir beliau, sehingga darah mengalir membasahi mukanya. Lalu kaum musyrikin menyiarkan isu Rasulullah telah wafat.

Mendengar teriakan Rasulullah itu, kaum muslimin menjadi kecut, lalu lari porak-poranda memberikan punggung mereka kepada musuh-musuh Allah. Hanya beberapa orang saja tentara muslimin yang tinggal mengawal dan melindungi Rasulullah. Di antara mereka adalah Abu Thalhah yang berdiri paling depan.

Abu Thalhah berada di hadapan Rasulullah bagaikan sebuah bukit berdiri dengan kokohnya melindungi beliau. Rasulullah berdiri di belakangnya, terlindung dari panah dan lembing musuh oleh tubuh Abu Thalhah. Abu Thalhah menarik tali panahnya, kemudian melepaskan tali anak panah tepat mengenai sasaran tanpa pernah gagal. Dia memanah musuh satu demi satu. Tiba-tiba Rasulullah mendongakkan kepala melihat siapa sasaran panah Abu Thalhah.

Abu Thalhah mundur menghampiri beliau, karena khawatir beliau terkena panah musuh. “Demi Allah, janganlah Rasulullah mendongakkan kepala melihat mereka, nanti terkena panah mereka. Biarkan leher dan dadaku sejajar dengan leher dan dada Rasulullah. Jadikan aku menjadi perisai Anda,” ujarnya mantap.

Seorang prajurit muslim tiba-tiba lari ke dekat Rasulullah sambil membawa kantong anak panah. Rasulullah memanggil prajurit itu. Kata beliau, “Berikan anak panahmu kepada Abu Thalhah. Jangan dibawa lari!” Abu Thalhah senantiasa melindungi Rasulullah sehingga tiga batang busur panah patah olehnya, dan sejumlah prajurit musyrikin tewas dipanahnya.

Allah menyelamatkan dan memelihara Nabi-Nya yang selalu berada dibawah pengawasan-Nya sampai pertempuran usai.

Abu Thalhah sangat pemurah dengan nyawanya berperang fisabilillah, namun lebih pemurah lagi mengorbankan hartanya untuk agama Allah. Abu Thalhah mempunyai sebidang kebun kurma dan anggur yang amat luas. Tidak ada kebun di Yatsrib seluas dan sebagus kebun Abu Thalhah. Pohon-pohonnya rimbun, buah-buahnya subur, dan airnya manis.

Pada suatu hari ketika Abu Thalhah shalat di bawah naungan sebatang pohon nan rindang, pikirannya terganggu oleh siulan burung berwarna hijau, berparuh merah, dan kedua kakinya indah berwarna. Burung itu melompat dari dahan ke dahan dengan suka citanya, bersiul-siul dan menari-nari. Abu Thalhah kagum melihat burung itu. Dia membaca tasbih, tetapi pikirannya tidak lepas dari burung itu.

Ketika menyadari bahwa ia sedang shalat, dia lupa sudah berapa rakaat shalatnya. Dua atau tiga rakaatkah dia tak ingat. Selesai shalat dia pergi menemui Rasulullah dan menceritakan kepada beliau peristiwa yang baru dialaminya dalam shalatnya. Diceritakannya pula kepada beliau pohon-pohon nan rindang dan burung yang bersiul sambil menari-nari ketika dia sedang shalat.

Kemudian katanya, “Saksikan wahai Rasulullah! Kebun itu aku sedekahkan kepada Allah dan Rasul-Nya. Pergunakanlah sesuai kehendak Allah dan Rasul-Nya.”

Abu Thalhah sering berpuasa dan berperang sepanjang hidupnya. Bahkan, dia meninggal ketika sedang berpuasa dan berperang fisabilillah.

Pada zaman khalifah Utsman bin Affan, kaum muslimin bertekad hendak berperang di lautan. Abu Thalhah bersiap-siap untuk turut dalam peperangan itu bersama-sama dengan tentara muslimin.

Kata anak-anaknya, “Wahai Bapak kami!” Bapak sudah tua. Bapak sudah turut berperang bersama-sama Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar bin Khattab. Kini Bapak harus beristirahat. Biarlah kami berperang untuk Bapak.”

Jawab Abu Tholhah, “Bukankah Allah Azza wa Jalla telah berfirman, yang artinya, ”Berangkatlah kamu dalam keadaan senang dan susah, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu menyadari.” (At-Taubah : 41). Firman Allah itu memerintahkan kita semua, baik tua maupun muda. Allah tidak membatasi usia kita untuk berperang.”

Abu Tholhah menolak permintaan anak-anaknya untuk tinggal di rumah, dan bersikeras untuk ikut berperang.

Ketika Abu Tholhah yang sudah lanjut usia itu berada di atas kapal bersama-sama dengan tentara muslimin di tengah lautan, dia jatuh sakit, lalu meninggal di kapal. Kaum muslimin melihat-lihat daratan, mencari tempat memakamkan Abu Thalhah. Tetapi, enam hari setelah wafatnya, barulah mereka bertemu dengan daratan. Selama itu jenazah Abu Thalhah disemayamkan di tengah-tengah mereka di atas kapal tanpa berubah sedikit pun jua. Bahkan, dia layaknya seperti orang yang tidur nyenyak saja.

Sumber:

Shuwar min Hayaatis Shahabah, Dr. Abdurrahman Ra’fat Basya.

THOLHAH BIN MUSHARRIF R.A.

(Wafat tahun 112H/ 730M)

Dia mengikat lisannya dengan tali kebijakan. Diamnya adalah berpikir, pandangannya adalah pelajaran, tutur katanya adalah zikir. Wara’ membekaskan kenestapaan dalam jiwanya hingga membakar jantungnya.

Dia adalah Tholhah bin Musharrif bin Ka’b bin Amr al Hamdani al Kufi, Abu Muhammad, junjungan para penghafal. Dia orang yang paling pandai qiraah di Kufah pada zamannya, ahli wara’, dan ibadah. Dia dikenal dengan kejujurannya dan memenuhi janji. Dengan diam dia lari ke akhirat. Bahkan Iman Ahmad sangat kagum dengan akhlaknya.

Asy Sya’bi berkata, “Aku tidak pernah melihat seseorang yang lebih mampu menjaga lisannya daripada Tholhah bin Musharrif.”

Abdul Malik bin Abjar berkata, “Aku tidak pernah melihat Tholhah bin Musharrif di tengah khalayak kecuali aku melihat keutamaannya dibanding mereka.”

Dia pernah mengangkat kedua tangannya untuk berdoa,

Allahumma j’al shamty fikran, wa j’al nadhry ‘ibran, wa j’al manthiqy dzikran (Ya Allah, jadikanlah diamku sebagai tafakkur, jadikanlah pandanganku sebagai pelajaran, dan jadikanlah tutur kataku sebagai dzikir)

Dia melarikan diri dari menara popularitas. Suatu hari dia tertawa, lalu dia segera instrospeksi diri dan mencerca diri sendiri, “untuk apa tertawa? Yang bisa tertawa itu hanya orang yang telah melewati huru-hara dan shirath.” Kemudian dia berkata, “Aku bersumpah tidak akan tertawa sampai aku tahu di mana tempatku di akhirat.” Maka, dia tidak pernah terlihat tertawa hingga berpulang kepada Allah swt.

Seseorang berkata kepadanya, “wahai ibnu Musharrif, sebaiknya anda menjual makanan agar mendapat untung.” Dia menjawab dengan wara’nya para orang zuhud, “Aku tidak ingin Allah tahu di hatiku ada rasa dengki terhadap kaum muslimin.”

KH. MUHAMMAD THOLHAH HASAN

Drs. K.H. Muhammad Tholhah Hasan (lahir di Tuban, Jawa Timur, 10 Oktober 1938; umur 72 tahun) adalah Menteri Agama pada Kabinet Persatuan Nasional. Ia meraih gelar sarjana dari Universitas Merdeka Malang. Sebelum ditunjuk menjadi menteri, politikus dari Partai Kebangkitan Bangsa ini menjabat sebagai rektor di almamaternya sampai dengan 1998.

Menurut Dirjen Bimas Islam Depag, pihaknya banyak terinspirasi pemikiran Kiai Tholhah dalam pemberdayaan masjid. Selama ini konsep yang ada adalah masyarakat yang memberdayakan masjid, tetapi Kiai Tolchah membaliknya dengan masjid yang memberdayakan masyarakat. Hal ini telah dibuktikan di Malang dengan mengumpulkan para tukang becak disekitar masjid untuk diberdayakan.

Meskipun seorang ulama, Kiai Tholhah juga dikenal dengan kemampuan bisnisnya, yang jarang dimiliki oleh kalangan kiai, sehingga bisa memberdayakan lembaga, pesantren dengan sentuhan-sentuhan bisnisnya.

Kiai Tholhah ketika mencarikan formula alternatif dalam menyelesaikan masalah bukan hanya terpaku pada text book oriented, tetapi berupaya mengaitkan dengan realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Walaupun sangat fasih dengan berbagai teori filsafat, sosiologi, psikologi dan lainnya. Ini yang membuat analisisnya sangat berbobot dan tidak kering.

Beberapa lembaga pendidikan yang telah berhasil dirintisnya diantaranya adalah Universitas Islam Malang (Unisma), Sekolah unggulan Sabilillah di Malang, perpustakaan Masjid Raya Batam dan Ummatan Wasathan di riau.

Kiai Tholhah—yang pernah menjabat sebagai menteri agama ini—merupakan sosok intelektual yang lahir dari rahim pesantren. Berbagai tema tentang pendidikan dan pesantren yang dihasilkannya sangat up to date dalam menghadapi perkembangan zaman yang kian pesat.

KH. THOLHAH MANSOER

(Wafat 20 Oktober 1986 M/ 17 Shafar 1406 H)

Dibandingkan dengan tokoh-tokoh NU lainnya, nama Mohammad Tholhah Mansoer barangkali tidak terlalu populer di mata masyarakat umum. Memang, beliau pernah menjadi pimpinan puncak dalam organisasi Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Namun, faktanya tidak banyak literatur yang mendokumentasikan sepak terjang dalam kehidupannya. Ketidakhadirannya dalam berbagai literatur, bukan berarti sosok ini tidak memiliki arti penting dalam sejarah perkembangan bangsa Indonesia, khususnya bagi organisasi keagamaan Nahdlatul Ulama’. Orang NU yang tercatat sebagai doktor hukum Tata Negara pertama dari Universitas Gadjah Mada ini telah banyak menelorkan karya-karya penting yang hingga kini menjadi rujukan utama dalam kajian dan pengembangan hukum ketatanegaraan di Indonesia.

Julukan sosok integratif (baca: ilmuwan sekaligus kiai) tampaknya sangat tepat untuk dilekatkan kepada Prof KH Tolchah Mansoer. Ia merupakan salah satu contoh “orang NU” yang “sukses”. KH Tolchah merupakan founding fathers terpenting dalam organisasi IPNU. Ia merupakan pelopor, pendiri, dan penggerak pada masa awal berdirinya. IPNU dicita-citakan olehnya menjadi wadah bagi pelajar umum dan pelajar pesantren. (hlm. 261). Selain ahli di bidang hukum tata negara, kealiman di bidang pengamalan ajaran Islam tidak dapat dipungkiri. Ia banyak menulis buku ketatanegaraan dan banyak menerjemahkan buku-buku agama dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Tolchah Mansoer merupakan figur menarik dan penting dalam sejarah NU, sejak muda hingga masa tuanya. Ia merupakan aset berharga yang telah berjasa banyak dalam peletakan dasar-dasar gerakan dan kaderisasi NU hingga pembaharuan pemikiran dan arah organisasi NU. Di antara bentuk perjuangannya antara lain:

Pertama, perjalanan hidupnya yang penuh perjuangan, kegigihan, ketulusan, dan kerja keras setidaknya dapat menjadi inspirasi bagi generasi zaman sekarang.

Kedua, jika ungkapan “Orang besar dapat mati saat hidupnya; namun ia bangkit dan justru hidup abadi setelah kematiannya” dapat dibenarkan. Semasa hidupnya, karena keteguhannya mempertahankan prinsip; karena suara lantangnya mengatakan kebenaran dan melontarkan kritik, ia sempat dikucilkan oleh penguasa. Namun, setelah sang penguasa tumbang, harum namanya kian semerbak: ide-ide jeniusnya tentang hukum tata negara pun diadopsi dan diterapkan pasca reformasi (50 tahun setelah ia berpulang).

Ketiga, Tolchah adalah pakar hukum tata negara terkemuka pada masanya, sekaligus seorang kiai mumpuni yang berwibawa.

Keempat, hasrat umat Islam untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Islam dapat dikatakan sebagai ‘hasrat laten’.

Pendidikan

SR-NU di Malang (1937), melanjutkan ke SMP Islam. Melanjutkan ke Taman Madya dan Taman Dewasa Raya (tingkat SLTA) dan tamat tahun 1951. Melanjutkan ke fakultas hokum, ekonomi, sosial dan politik (F-HESP) Gajah Mada tamat pada tahun 1964. Meraih gelar doctor dari kampus yang sama pada 17 Desember 1969. Membiasakan ikut Pesantren Ramadhan di Tebuireng dan Pesantren Lasem, Rembang.

Pengabdian

Sejak muda sudah memiliki bakat kepemimpinan yang menonjol. Ketika masih di SMP, dia sudah dipercaya menjadi sekretaris umum Ikatan Murid Nahdlatul Ulama (IMNU) untuk wilayah kota Malang, anggota organisasi Putra Indonesia, dan juga anggota pengurus Himpunan Putra Islam Indonesia di Malang. Pada tahun yang sama juga menjabat sekretaris Barisan Sabilillah untuk daerah pertempuran Malang selatan, sekaligus menjadi sekretaris bagian penerangan Markas Oelama Djawa Timoer (MODT).

Kegemaran organisasinya begitu tinggi. Semasa kuliah di Yogya, sederet jabatan penting organisasi juga disandangnya. Pernah menjabat ketua departemen penerangan PB PII, ketua I HMI Yogya, wakil panitia kongres persatuan perhimpunan mahasiswa Indonesia.

Dialah pencetus brdirinya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dalam komperensi Ma’arif NU di Semarang (1954). Tercatat dia sebagai pendiri IPNU, sekaligus ditunjuk sebagai ketuanya yang pertama. Posisi itu terus bertahan hingga tiga kali muktamar selanjutnya.

Ketika NU menjadi partai politik, Tolchah dipercaya menjabat Ketua Wilayah NU Yogyakarta. Tahun 1958 dia diangkat menjadi anggota DPR utusan partai NU. Pada saat yang sama terpilih sebagai anggota Dewan pemerintah Daerah Yogya yang kemudian berubah menjadi Badan Pemerintah Harian (1958-1972)

Sejak 1963 menjadi dosen di IAIN Sunan Kalijaga. Kariernya meningkat menjadi Dekan Fakultas Usuluddin dan samapi menjabat Purek IAIN Sunan Kalijaga. Di sela kesibukannya sebagai dosen IAIN, ia juga mengajar di IKIP Yogya, IAIN Surabaya dan Akmil Magelang. Pernah menjadi Direktur Akademi Administrasi Niaga Negeri (1965-1975), Rektor Universitas Hasyim As’ari Jombang (1970-1983) dan Dewan Fakultas Hukum UNU Surakarta. Dia juga menjadi anggota Badan Wakaf UII, Badan Wakaf IAIN Suanan Kalijaga dan Badan Penyantun Taman Siswa Yogyakarta.

Wafat 20 Oktober 1986 M/ 17 Shafar 1406 H dalam usia 56 tahun, dimakamkan di Dusun Dongkelan, Taman Tirto, Bantul, tak jauh dari makam K.H. Munawir dan K.H. Ali Maksum Krapyak, Yogyakarta.

Sumber:

(NU Online [www.nu.or.id]