Pages

Kamis, 15 Desember 2011

Batas Kemiskinan



Sidoarjo, 15 Desember 2011

Banyak yang memandang bahwa harta merupakan jembatan menuju kebahagiaan. Memang tidak salah, karena hampir semua aspek kehidupan membutuhkan harta (baca: uang); makanan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, maupun kesehatan. Bahkan, masyarakat seolah sudah terlanjur memberikan asumsi bahwa orang miskin adalah mereka yang sedikit/tidak punya uang, begitupun sebaliknya. Hal ini didukung dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan kata ‘miskin’ dengan ‘tidak berharta; serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah).’ Oleh sebab itu wajarlah manusia berlomba ‘menghasilkan’ uang hanya sekadar memenuhi kebutuhan hidup, baik dengan cara legal maupun yang tidak diperbolehkan.

Dampak yang ditimbulkan Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut memang fatal, karena masyarakat sudah jarang yang memandang bahwa rumah gubuk adalah cermin kekayaan. Faktanya, tidak jarang mereka yang rumahnya beralaskan tikar justru ‘kaya raya,’ misalnya saat ada tamu berkunjung, mereka memberikan apa saja yang mereka miliki tanpa ada perhitungan, memberikan makanan kepada tetangga apabila mendapat rezeki (Jawa: ater-ater), dsb. Mereka telah memberikan gambaran nyata bahwa kekayaan yang sebenarnya adalah hati.

Bagaimanapun kemiskinan tidak bisa diartikan hanya sebatas materi, namun lebih dari itu adalah keserakahan. Artinya, mereka yang sebenarnya tidak mengalami kekurangan secara finansial, tetapi perasaannya selalu merasa kurang, mereka adalah kaum miskin yang sesungguhnya. Hal inilah yang menjadi sumber kerusakan sebuah bangsa. Guru/dosen yang seharusnya mendidik dengan baik, justru sering berebut jam mengajar dan sibuk seminar untuk kenaikan pangkat dan sertifikasi. Lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kehakiman justru menjadi lembaga praktik suap. Bahkan para aktivis kampus yang saat ini sibuk berorasi ‘seolah’ menjadi pejuang masyarakat, nantinya akan menjadi ‘musuh’ masyarakat saat mereka duduk di kursi DPR, karena uang akan merubah semuanya. Secara, anggota DPR-pejabat pemerintah adalah alumni aktivis kampus.

Kemiskinan telah menjadi problem universal yang sangat mendasar. Semua agama sesungguhnya menaruh perhatian utama kepada upaya mengangkat derajat kemanusiaan atas landasan spiritualitas dan mortalitas yang tinggi. Sementara itu fakta membuktikan bahwa spiritulitas dan moralitas tidak akan tegak di atas kondisi kemiskinan, baik miskin harta, lebih-lebih miskin hati. Dengan kata lain, kelaparan maupun kerakusan memang dapat membutakan mata hati yang bersangkutan untuk melihat kebenaran. Akhirnya, allahumma nawwir quluubanaa binuuri hidaayatika kamaa nawwarta al ardla binuuri syamsika abadan abadaa birahmatika yaa arhama ar raahimiin.

0 komentar: