Pages

Minggu, 21 Maret 2010

JELANG PEMILU RAYA




Rata Penuh
Muhammad Tholhah Al Hadi
Malang, 21 Maret 2010
18.00 WIB

Minggu-minggu ini ada yang terlihat berbeda di lingkungan UIN Maliki Malang. Hampir di setiap sudut ‘kampus hijau’ ini terpasang foto-foto calon pemimpin HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan), SEMA (Senat Mahasiswa) atau sebelumnya lebih dikenal sebagai BEM-F (Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas), dan BEM-U (Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas). Simbol-sombol dan jargon partai mulai mendominasi kegiatan sehari-hari mereka, seolah menenggelamkan kegiatan formal akademik yang sakral. Ya, pemilu raya di lingkungan civitas akademika UIN Maliki Malang akan segera bergulir hanya dalam hitungan jam ke depan. Siapakah yang akan menjadi ‘pemenang’?

Setelah kemarin masing-masing kubu sibuk mengadakan penyaringan kandidat (secara intern) untuk diajukan ke Pemilu Raya, kini mereka disibukkan kembali dengan penyusunan strategi guna mendapatkan suara sebanyak-banyaknya; mulai dari menyebarkan SMS, update di facebook, sampai mungkin pada ‘gerakan fajar’ esok. Selama masa kampanye berlangsung, tidak jarang kedua kubu saling melemparkan visi dan misi terbaik mereka guna menarik simpati dari para mahasiswa.

Namun dibalik semua itu ada hal yang sangat patut disayangkan. Pada agenda-agenda tertentu, di sana tidak jarang kita menemukan konflik yang berkepanjangan, yang ujung-ujungnya adalah untuk kepentingan kelompok sendiri-sendiri. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan cita-cita bangsa, di mana peran mahasiswa sangat dibutuhkan guna terciptanya demokrasi di setiap bidang. Dan pada Pemilu Raya tahun ini, aroma persaingan dari satu partai dengan partai lainnya semakin terasa, hal ini dikarenakan kursi jabatan yang akan diperebutkan akan melibatkan dua kubu yang akan bersaing secara ketat, berbeda dengan yang lalu di mana hanya ada satu calon tunggal dari satu partai.

Kita tentunya masih ingat bagaimana panasnya tensi persaingan pada Pemilu Raya tahun lalu. Satu pihak menyelenggarakan pemungutan suara, namun di pihak yang lain terjadi kerusuhan dan bahkan pembakaran ratusan lembar kertas suara. Kalau pada saat itu kerusuhan terjadi karena hanya ada satu calon tunggal (memang tidak hanya karena itu mereka melakukan pembakaran, namun saya kira inti dari kerusuhan pada saat itu adalah ketidaklolosan partai lain di Pemilu Raya sehingga pada akhirnya hanya memunculkan seorang calon tunggal dari satu partai). Dari peristiwa tersebut mungkin kita akan semakin penasaran apa yang akan terjadi besok (22/03). Akankah peristiwa itu akan pecah kembali (dengan alasan yang berbeda tentunya)? Semoga saja tidak.

Saat melihat kondisi seperti tadi, saya sedikit teringat apa yang diungkapkan ketua PBNU KH. Hasyim Muzadi pada rubrik Sosok, Jawa Pos edisi Sabtu, 20/03. Dia melihat sebuah paradoks dalam dunia pendidikan saat ini. Menurutnya, mahasiswa di universitas umum kini cenderung terlibat dalam gerakan-gerakan Islam fundamentalis, terutama mahasiswa dari kelompok ilmu eksakta. Sebaliknya, mahasiswa di universitas Islam justru cenderung menganut aliran liberal.
“Mungkin mahasiswa di universitas Islam itu asal pondok, bertahun-tahun jadi santri, sehingga bosan saleh, pengin sekali-kali nakal. Sebaliknya, mahasiswa-mahasiswa umum justru merasa kering dan menemukan kesejukan di gerakan fundamentalis,'' kata pengasuh Ponpes Al-Hikam, Malang, itu.

Lanjutnya, dia menyatakan cukup prihatin melihat anggota-anggota HMI atau PMII yang sejatinya diharapkan menjadi intelektual muda Islam, namun kini tidak lagi intens berdiskusi dalam bidang keislaman. Mereka cenderung lebih banyak bergerak dalam tataran politik praktis. Seperti inilah kurang lebih redaksi beliau ketika menyentil generasi muda muslim sekarang: ''Anak-anak HMI dan PMII itu tidak lagi ngaji di kampus, tapi pilih bakar-bakar ban. Seakan-akan bakar-bakar ban itu lebih heroik daripada ngaji.''

Bagi saya pribadi, siapapun yang nantinya menjadi pemimpin HMJ, SEMA/ BEM-F, ataupun BEM-U tidaklah penting. Yang kita butuhkan sekarang adalah terciptanya rekonsiliasi antar organisasi intra kampus (HMI, PMII, IMM, KAMMI, dan lain sebagainya). Memang terlihat remeh, namun itulah hal mendasar yang selama ini kita tidak pernah melihat titik temunya. Lebih dari itu adalah upaya refleksi diri akan peran mahasiswa sebagai penerus bangsa, tidak hanya menonjolkan diri sebagai orator handal di tengah kerumunan pendemo. Karena para aktivis itulah yang pada akhirnya nanti ‘mungkin’ akan bertempat di gedung DPR-MPR. Kita tentu tidak ingin ada ‘anak play group’ lagi di sana. Akhirnya, semoga ‘kampus hijau’ UIN Maulana malik Ibrahim Malang umumnya dan para aktivis organisasi intra secara khusus, nantinya bisa menjadi uswah hasanah bagi seluruh anak manusia.

0 komentar: