Pages

Jumat, 10 Desember 2010

Sadar Beribadah VS Semangat Beribadah

9 Desember 2010

Setiap orang tentu mengenal istilah ibadah, baik dia muslim atau non muslim. Bagi sebagaian besar umat Islam, ibadah merupakan ajang khusus untuk meraih ‘tiket’ surga-Nya. Dalam hal ini, ibadah diasumsikan sebagai sesuatu yang bernilai positif yang bisa membawa seseorang mendapatkan pahala atau balasan yang baik. Dilihat dari sudut pandang agama, ibadah adakalanya bersifat horizontal dan vertikal.

Maksud dari ibadah horizontal adalah segala prilaku ataupun sikap positif yang melibatkan antar sesama makhluk. Namun, ada sebuah istilah yang sangat umum menyebutnya sebagai hablun min an-naas atau yang diartikan sebagai hubungan antar sesama manusia. Bagaimanapun, ungkapan tersebut memiliki makna yang jauh lebih dalam daripada korelasi antar sesama manusia, yang tidak lain adalah korelasi antara manusia dan seluruh makhluk-Nya. Artinya, baik tumbuhan maupun hewan (alam) ‘seharusnya’ juga diperlakukan dengan baik. Dan menurut saya, menjaga ekosistem alam adalah contoh kecil dari ibadah horizontal kalau diartikan lebih luas.

Kemudian ibadah vertikal, yang bisa diartikan dengan sederhana sebagai segala perbuatan atau sikap yang dilakukan seorang hamba kepada Tuhannya (Allah SWT). Hal ini kemudian diwujudkan dengan adanya sholat, puasa, zakat, dan haji. Ibadah ini sejatinya hanya melibatkan antara hamba dan Tuhannya. Sayangnya, yang sering terjadi adalah keikutsertaan individu lain ketika ibadah vertikal ini dilakukan. Misalnya sholat, kita akan cenderung lebih khusyu’ dalam sholat manakala kita ditunjuk menjadi imam atau sholat kita di lihat oleh guru, mertua, kyai, atau para tetangga. Hal ini tentu berbeda manakala kita sholat sendirian yang (menurut saya) adalah cermin karakter asli kita. Bagaimanapun, sholat berjama’ah jauh lebih baik dari pada sendirian. Maksud saya di sini adalah bagaimana kita menjaga ibadah vertikal agar bisa diminimalisir dari rasa tendensi pada makhluk lain.

Langkah selanjutnya adalah membedakan antara ‘sadar beribadah’ dan ‘semangat beribadah’. Sekilas mungkin terlihat sama, namun saat kita tinjau lebih dalam, ‘sadar beribadah’ memiliki nilai yang lebih baik daripada ‘semangat beribadah’. Orang yang sadar beribadah akan melaksanakan ibadah dari hati. Ibadah tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang kewajiban, lebih dari itu ibadah merupakan kebutuhan. Hatinya tidak akan terpengaruh dunia luar. Misalnya, orang melaksanakan sholat namun ada tendensi lain dibaliknya; ada kalanya gengsi dilihat orang, dianggap alim, lebih-lebih dijadikan alat (tiket) masuk surga. Oleh karena itu, KH. Imron Jamil (9/12) bahkan menyatakan “sak apik-apike wong sing ninggalno sholat”. Sepintas, statement tersebut terlihat aneh dan kontroversial. Namun setelah diketahui maknanya lebih dalam, maka terlihatlah kebenarannya bahwa ibadah (sholat) itu harusnya ditinggalkan dari segala macam tendensi. Dalam hal ini, sholat sepenuhnya hanya karena Allah. Manusia tidak berhak menagih balasan atas ibadah yang dilakukan. Adapun urusan pahala diserahkan kepada-Nya, dan hal ini akan membutuhkan diskusi yang jauh lebih panjang.

Sedangkan ‘semangat beribadah’ lebih kepada sisi luar, dan mungkin tidak sampai merasuk dalam ranah tasawwuf. Dalam hal ini, ibadah akan terjadi apabila ada rangsangan yang menyebabkan rasa semangat. Dengan kata lain, apabila rangsangan tersebut tidak ada maka semangat pun akan hilang, pada akhirnya ibadah tidak akan terjadi. Misalnya, semangat sholat kalau masjidnya bersih, suara imam bagus, atau dilihat orang lain. Artinya, kalau masjidnya kotor, suara imam tidak bagus, atau suasana yang sepi pada waktu sholat, mungkin ceritanya akan berbeda. Lebih jauh lagi, orang yang terlanjur semangat beribadah cenderung lebih mudah tersinggung (menghunus pedang) apabila melihat orang lain salah, agamanya dilecehkan, atau saat melihat kelompok non-Muslim. Dia seakan menomorduakan melihat (koreksi) diri sendiri daripada mencari-cari kesalahan orang lain. Masuk kategori yang manakah kita…sadar beribadah atau semangat beribadah? Wallahu a’lam

*** Tulisan ini ditulis dari keterangan KH. Imron Jamil dalam pengajian Al-Hikam. Penulis hanya mencoba sedikit merangkum dengan redaksi yang berbeda, namun tidak melupakan inti dari keterangan beliau. Mohon dikoreksi apabila banyak kesalahan atau opini yang berlawanan dengan pembaca.

2 komentar:

semangat ibadah kepada Allah ^_^ tuntaskan kwajiban dan dapatkan tiket k'surga..:) Amiiinn